TIMES JAYAPURA, JAKARTA – Pada 21 Januari 2025, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencapai tonggak 100 hari pertama. Periode ini sering dijadikan tolok ukur awal untuk menilai arah kepemimpinan, pengambilan keputusan, serta kemampuan pemerintah dalam menghadapi tantangan politik dan ekonomi. Namun, hasil survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (Celios) melalui penilaian para jurnalis menunjukkan bahwa kinerja pemerintah Prabowo-Gibran belum memenuhi ekspektasi publik. Apakah ini hanya sekadar transisi awal, atau apakah ada tantangan yang lebih mendalam yang harus segera diatasi? Untuk menambahkan kedalaman analisis, peneliti Litbang TIMES Indonesia, Ferry Agusta, turut memberikan pandangan kritis terkait kinerja kedua pemimpin ini.
Perspektif Jurnalis sebagai Pengamat Objektif
Berbeda dengan survei yang melibatkan masyarakat umum, Celios menggunakan pendekatan yang melibatkan 95 jurnalis dari 44 media nasional, yang dianggap memiliki kemampuan untuk mengamati kebijakan pemerintah secara lebih mendalam dan objektif. Para jurnalis ini memiliki wawasan lebih luas mengenai dinamika pemerintahan, dan penilaian mereka menawarkan gambaran yang lebih tajam mengenai kinerja Prabowo dan Gibran. Hasil survei menunjukkan nilai yang cenderung rendah untuk kedua pemimpin ini, dengan dominasi kritik terhadap kurangnya efektivitas kebijakan dan komunikasi politik yang lemah.
Prabowo: Pemimpin dengan Tantangan Strategis
Presiden Prabowo Subianto menerima penilaian rata-rata 5 dari 10, yang menggambarkan pandangan bahwa pemerintahan ini belum mampu memberikan dampak signifikan di awal masa pemerintahannya. Banyak responden memberikan nilai tengah, yang menunjukkan harapan akan adanya perbaikan, meskipun langkah awal dinilai kurang menjanjikan. Ferry Agusta, dalam analisanya, menyebutkan bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Prabowo adalah menjaga stabilitas politik di tengah koalisi besar yang berisiko memecah fokus pemerintahan.
"Pemerintah harus mampu menunjukkan visi yang jelas agar dinamika koalisi ini tidak menghambat tercapainya tujuan besar," kata Ferry.
Selain itu, kritikan juga mengarah pada minimnya implementasi program-program prioritas serta lemahnya koordinasi antar kementerian. Menurut Ferry, meskipun terdapat banyak rencana strategis, langkah konkret yang terwujud di lapangan masih sangat terbatas.
Gibran: Ekspektasi yang Tidak Terpenuhi
Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan wakil presiden termuda dalam sejarah Indonesia, menghadapi ekspektasi besar. Namun, hasil survei menunjukkan ia hanya meraih nilai rata-rata 3 dari 10, dengan lebih dari 30% responden memberikan nilai terendah. Ferry Agusta menilai bahwa peran Gibran belum terlihat jelas dalam pemerintahan.
"Sebagai wakil presiden, Gibran harus bisa membuktikan bahwa ia bukan hanya simbol generasi muda, tetapi juga seorang pemimpin yang memiliki peran strategis dalam menyusun kebijakan," jelas Ferry.
Kritik paling tajam ditujukan kepada minimnya inisiatif kebijakan yang diambil oleh Gibran, serta kualitas komunikasi publik yang dianggap tidak memadai.
Tantangan yang Menghadang Pemerintahan
Meskipun 100 hari pertama sering kali bersifat simbolis, periode ini tetap menjadi indikator penting untuk menilai sejauh mana pemerintah mampu menghadapi tantangan. Pemerintahan Prabowo-Gibran masih dihadapkan pada beberapa masalah krusial, di antaranya Komunikasi Politik yang Lemah. Salah satu kritik utama adalah ketidakmampuan pemerintah dalam menyosialisasikan kebijakan secara efektif kepada publik. Kebijakan-kebijakan yang digagas sering kali tidak dipahami masyarakat, yang pada gilirannya menimbulkan spekulasi negatif.
Lambatnya Implementasi Program, juga menjadi tantangan tersendiri sebab, banyak program prioritas yang dijanjikan selama kampanye masih terhenti di tahap perencanaan. Kecepatan implementasi menjadi faktor kunci yang harus segera diperbaiki untuk membangun kembali kepercayaan publik.
Koordinasi Pemerintahan yang Tidak Efektif juga menjadi sorotan. Koordinasi antara presiden dan para menteri masih lemah, yang menghambat pelaksanaan kebijakan secara efektif. Menurut Ferry Agusta, untuk mencapai hasil yang maksimal, pemerintahan perlu memperbaiki komunikasi internal dan memastikan bahwa setiap kebijakan terkoordinasi dengan baik.
"Gibran sebagai wakil presiden harus bisa memberikan kontribusi nyata yang lebih dari sekadar administratif. Gibran perlu menunjukkan inisiatif lebih dalam kebijakan-kebijakan yang menyentuh kebutuhan rakyat," kata Ferry.
Peluang untuk Memperbaiki Diri
Meskipun hasil survei mencatat banyak kritik, 100 hari pertama bukanlah ukuran final untuk menilai pemerintahan. Prabowo dan Gibran masih memiliki waktu untuk memperbaiki kinerja mereka. Dengan fokus pada perbaikan komunikasi politik, percepatan implementasi program, dan peningkatan koordinasi antar kementerian, mereka memiliki peluang untuk mengubah kritik menjadi apresiasi.
Ferry Agusta menambahkan bahwa Prabowo perlu menunjukkan kepemimpinan yang lebih tegas, serta strategi yang lebih konsisten untuk menghadapi tantangan ke depan. Sementara itu, Gibran harus membuktikan bahwa dirinya bukan hanya figur simbolis, tetapi seorang politisi yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi bangsa.
"Seperti pepatah, ‘Awal yang sulit seringkali membawa hasil yang besar.’ Pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki lima tahun untuk membuktikan kapasitas mereka sebagai pemimpin bangsa. Langkah awal yang kuat dan terarah sangat penting untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik," tutup Ferry.
Dengan waktu yang masih panjang, pemerintah Prabowo-Gibran diharapkan dapat memperbaiki kinerja mereka dan mengatasi tantangan yang ada, sehingga kritik yang muncul bisa berubah menjadi apresiasi positif untuk masa depan Indonesia.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tantangan dan Peluang 100 Hari Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran
Pewarta | : Ferry Agusta Satrio |
Editor | : Imadudin Muhammad |