TIMES JAYAPURA, JAKARTA – TikTok dilaporkan berencana menghentikan operasinya di Amerika Serikat pada hari Minggu, bertepatan dengan diberlakukannya larangan federal, kecuali jika ada pembatalan mendadak.
Dikutip dari Reuters, Kamis (16/1/2025), media sosial populer asal China yang digunakan oleh sekitar 170 juta orang Amerika, akan dihentikan secara total sehari setelah Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS, kata sumber yang identitasnya dirahasiakan.
Presiden terpilih Donald Trump, dikabarkan mempertimbangkan untuk mengeluarkan perintah eksekutif guna menunda penerapan larangan selama 60 hingga 90 hari.
Namun, laporan dari The Washington Post tidak menyebutkan bagaimana Trump dapat melakukannya secara hukum.
Larangan ini berdasarkan undang-undang yang ditandatangani pada April lalu, yang mengharuskan ByteDance, perusahaan induk TikTok asal Tiongkok, untuk menjual aset TikTok di AS.
Undang-undang ini juga melarang unduhan aplikasi TikTok baru di toko aplikasi Apple dan Google. Pengguna yang sudah mengunduh TikTok mungkin masih dapat mengakses aplikasi tersebut, tetapi layanan pemeliharaan, distribusi, atau pembaruan aplikasi akan dihentikan mulai Minggu.
Komentar Pemerintah dan Pihak Terkait
Tim transisi Trump belum memberikan komentar terkait situasi ini. Namun, Trump sebelumnya menyatakan membutuhkan waktu untuk mencari "solusi politik" atas masalah tersebut setelah menjabat.
Mike Waltz, penasihat keamanan nasional yang akan datang, mengatakan kepada Fox News bahwa TikTok adalah platform yang luar biasa, dan pemerintah akan mencari cara untuk melindungi data pengguna sembari mempertahankannya.
Di sisi lain, seorang pejabat Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden Joe Biden tidak berencana mengintervensi larangan tersebut di akhir masa jabatannya, kecuali ByteDance mengajukan rencana penjualan aset TikTok yang kredibel.
Upaya Hukum TikTok
TikTok telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung untuk menunda larangan tersebut guna menghindari gangguan layanan bagi jutaan penggunanya, termasuk di luar AS. Dalam pengajuan tersebut, TikTok memperingatkan bahwa larangan ini dapat membuat aplikasinya tidak dapat digunakan, karena banyak layanan pendukung yang berbasis di AS.
TikTok juga bersiap menampilkan pesan pop-up kepada pengguna yang mencoba membuka aplikasi setelah larangan berlaku. Pesan tersebut akan memberikan informasi tentang larangan dan memungkinkan pengguna mengunduh data pribadi mereka sebagai cadangan.
ByteDance, yang 60 persen sahamnya dimiliki oleh investor institusi seperti BlackRock, menyebut bahwa larangan ini tidak hanya akan memengaruhi pengguna di AS, tetapi juga di seluruh dunia. Ratusan penyedia layanan di AS yang mendukung operasional TikTok secara global akan kehilangan kemampuan untuk mendukung platform tersebut.
TikTok memperkirakan bahwa jika larangan berlangsung selama satu bulan, sekitar sepertiga dari 170 juta pengguna Amerika akan berhenti menggunakan aplikasi tersebut. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: TikTok Berencana Tutup Operasi di AS, 170 Juta Pengguna Terancam Kehilangan Akses
Pewarta | : Antara |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |